Dewi Kunti, ibu dari Pandawa, adalah salah satu tokoh dalam epos Mahabharata. Keberadaan Dewi Kunti sebagai seorang ibu dari Panca Pandawa patut dicermati untuk dijadikan tokoh panutan pada kehidupan kini dan yang akan datang. Dewi Kunti tokoh wanita dalam epos Mahabharata yang dipilih oleh Tuhan Yang Mahakuasa sebagai ibunya lima pemimpin yang berhasil menegakkan dharma melawan adharma. Liku-liku kehidupan Dewi Kunti dalam epos Mahabharata ini sangat patut dicermati untuk dipetik nilai-nilai filosofisnya untuk dijadikan bahan pemikiran dalam menata peran wanita pada umumnya dari kedudukan ibu khususnya.
Dewi Kunti pada mulanya bernama Pritha, putri Surasena sepupu Raja Kuntibhoja dari dinasti Yadhu. Karena Raja Kuntibhoja tidak berputra, maka Surasena menyerahkan putrinya kepada Raja Kuntibhoja untuk menjadi putri angkat Raja. Sejak menjadi putri dari Raja Kuntibhoja itulah Pritha bernama Dewi Kunti. Dalam Mahabharata, Dewi Kunti dilukiskan wanita yang amat cantik lahir batin. Karena itu dalam kerajaan Dewi Kunti mendapat tugas mengurus tamu-tamu kerajaan.
Kekurangan Dewi Kunti sebagai wanita menurut Resi Durwasa hanya sulit memiliki anak. Untuk mengatasi hal itu Resi Durwasa memberikan mantra pengarad untuk mendatangkan para dewa untuk dimohon memberikan Dewi Kunti putra yang dikehendakinya. Sebelum menjadi suami Raja Pandhu mantra pengarad itu diujicobakan untuk mendatangkan Dewa Surya.
Ternyata Dewa Surya datang menganugrahkan putra yang dilahirkan lewat telinganya. Karena itulah putra anugrah Dewa Surya itu diberi nama Karna. Setelah menjadi permaisuri Raja Pandhu mantra pengarad itu kembali dilakukan untuk mendatangkan Dewa Dharma, Dewa Bayu dan Dewa Indra. Dari tiga dewa itulah lahir Dharmawangsa, Bima dan Arjuna. Istri kedua Raja Pandu bernama Dewi Madri melahirkan Nakula dan Sahadewa anugerah Dewa Kembar yang bernama Dewa Aswin.
Dari lima bersaudara putra Raja Pandu inilah yang disebut Panca Pandawa. Setelah Raja Pandu dan Dewi Madri meninggal, maka Dewi Kunti-lah yang bertanggung jawab sebagai pengasuh dan pendidik Panca Pandawa. Latar belakang rohani kelahiran Panca Pandawa ini sesungguhnya sudah merupakan rencana Hyang Widhi untuk menurunkan pemimpin yang tepat untuk melindungi Ibu Pertiwi dan penghuninya dari kehancuran.
Mengenai keberadaan Pandawa yang bersaudara lima punya istri satu yaitu Dewi Drupadi. Umumnya hal ini disebut poliandri. Kalau kita amati dengan baik cerita Dewi Drupadi bersuamikan Pandawa Lima memang amat sulit menafsirkan hal itu sebagai suatu poliandri. Dalam cerita Markandya Purana ada diceritakan Dewa Indra membunuh putra Resi Twasta bernama Resi Tri Sira yang bertapa dengan kepala terbalik. Karena membunuh Resi kesidhian Dewa Indra menurun dan sebagian pindah ke Dewa Dharma.
Resi Twasta menciptakan manusia yang tinggi besar yang bernama Wrta dari suatu upacara Agni Homa untuk melawan Dewa Indra. Dewa Indra mengalahkan manusia besar itu dengan cara tipu daya. Karena itu kesidhian dewa menjadi Resi Brgu untuk minta sesuatu kepada istri Resi Brgu. Penyamaran demikian itu sesuatu kebohongan yang tidak layak dilakukan oleh para dewa. Hal itu menyebabkan kesidhian Dewa Indra pindah lagi sebagian pada Dewa Aswin.
Pada zaman Dwapara Yuga keadaan manusia sudah semakin rusak moralnya. Manusia tidak lagi patuh pada ajaran Sad Pertiwi Dharyante yaitu enam perilaku untuk mendukung tegaknya dharma di Ibu Pertiwi ini. Seda Pertiwi Dharyante itu dinyatakan dalam Atharvaveda XII. 1.1. yaitu Satya = kebenaran, Rta = tegaknya hukum alam, Diksa = kesucian, Tapa = pengendalian hawa nafsu, brahma = doa dan Yadnya = keikhlasan berkorban demi tegaknya dharma. Keenam pedoman perilaku itu sudah amat diabaikan oleh umat manusia sejak memasuki zaman Dwapara Yuga. Hal inilah yang menyebabkan kehidupan di Ibu Pertiwi ini menjadi oleng.
Untuk menegakkan kembali enam perilaku itu maka Ibu Pertiwi minta pada sidang para dewa agar diturunkan pemimpin yang berkualitas ke dunia untuk mengembalikan tegaknya dharma. Karena itu diputuskan agak Kesidhian Dewa Indra turun menjelma menjadi pemimpin dunia. Kesidhian Indra yang ada di Dewa Dharma turun menjadi Dharma Wangsa atau Yudistira. Kesidhian Dewa Indra yang ada di Dewa Bayu turun menjadi Bima. Kesidhian Dewa Indra yang masih ada dalam diri Dewa Indra turun menjadi Arjuna dan yang ada di Dewa Aswin menjadi Nakula dan Saha Dewa. Sakti Dewa Indra turun menjadi Dewi Drupadi.
Dengan demikian Dewi Drupadi sesungguhnya bukanlah berpoliandri karena kelima suaminya sesungguhnya semuanya penjelmaan Dewa Indra. Karena itu kerajaan Pandawa di sebut Indra Prastha. Dari ceritera ini dapat disimpulkan bahwa tidaklah mudah bagi seorang istri kalau mau berpoliandri. Karena untuk mendapatkan suami yang banyak dari penjelmaan satu Dewa sesuatu yang amat mustahil di zaman Kali ini.
Lima putra Pandhu itu memiliki sifat yang berbeda-beda tetapi perbedaan tersebut saling melengkapi. Lima Pandawa itu memiliki lima sifat yaitu Pandita, Giri, Jaya, Nangga dan Aji. Yudhistira memiliki sifat kepanditaan, Bima memiliki sifat giri yang artinya konsisten teguh bagaikan gunung tak tergoyahkan tetapi tetap memberikan kesejukan. Arjuna memiliki sifat jaya yaitu senantiasa optimis tidak mudah putus asa. Sifat itulah yang menyebabkan Arjuna selalu jaya atas lindungan Hyang Widhi sehingga selalu menang dalam perang.
Nakula adalah memiliki sifat nangga artinya sangat sehat secara fisik. Sesungguhnya yang ganteng secara fisik adalah Nakula, bukan Arjuna. Sifat Aji artinya sifat yang suka belajar cari ilmu. Sifat sebagai ilmuwan ini dimiliki oleh Sahadewa. Kalau dunia ini dipimpin oleh lima jenis pemimpin itu maka Sad Pertiwi Dharyante itu akan menjadi pedoman perilaku umat manusia, maka kehidupan di Ibu Pertiwi pun akan menjadi tegak.
Bali sebagai daerah di mana ajaran Weda sebagai jiwa dari kebudayaan Bali sangat patut mencermati latar belakang kelahiran Panca Pandawa untuk menyelamatkan bumi Bali ini. Apalagi cerita Mahabharata dengan Panca Pandawanya bukan merupakan hal baru bagi masyarakat Bali umumnya dan umat Hindu khususnya. Semua pihak hendaknya mengambil peranan sesuai dengan swadharmanya masing-masing untuk ikut melahirkan lima jenis pemimpin Bali yang beranalogi pada lima sifat-sifat Panca Pandawa tersebut.
sumber : balipost